Malu kah dirimu ?
Rasa
malu terpuji selanjutnya adalah malu dengan sesama manusia. Malu inilah
yang mengekang seorang hamba untuk melakukan perbuatan yang tidak
pantas. Dia merasa risih jika ada orang lain yang mengetahui kekurangan
yang dia miliki.
Rasa malu dengan sesama akan mencegah
seseorang dari melakukan perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina.
Sedangkan rasa malu kepada Allah akan mendorong untuk menjauhi semua
larangan Allah dalam setiap kondisi dan keadaan, baik ketika bersama
banyak orang atau pun saat sendiri tanpa siapa pun yang menyertai.
Rasa malu kepada Allah adalah di antara bentuk penghambaan dan rasa
takut kepada Allah. Rasa malu ini merupakan buah dari pengenalan
terhadap Allah dan keagunganNya. Serta menyadari bahwa Allah itu dekat
dengan hamba-hambaNya, mengawasi perilaku mereka dan sangat paham dengan
adanya mata-mata yang khianat serta isi hati nurani.
Adapun malu yang tercela adalah malu di hadapan manusia ketika
menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Misalnya, malu untuk
menyampaikan kebenaran dan menuntut ilmu, atau pun dalam menyeru kepada
kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran, malu memakai jilbab yang
syar’i, dan malu mencari nafkah untuk keluarga karena dirinya bukan
seorang bos.
Qadhi ‘Iyadh rahimahullah dan yang lainnya
mengatakan, “Malu yang menyebabkan menyia-nyiakan hak bukanlah malu yang
disyari’atkan, bahkan itu ketidakmampuan dan kelemahan. Sementara
perbuatan ini masih disebut malu, karena menyerupai malu yang
disyari’atkan.” Dengan demikian, malu yang menyebabkan pelakunya
menyia-nyiakan hak Allah Azza wa Jalla sehingga ia beribadah kepada
Allah dengan kebodohan tanpa mau bertanya tentang urusan agamanya,
menyia-nyiakan hak-hak dirinya sendiri, hak-hak orang yang menjadi
tanggungannya, dan hak-hak kaum muslimin, adalah tercela karena pada
hakikatnya ia adalah kelemahan dan ketidak-berdaya an. [Lihat Qawa’id wa
Fawaid (hal. 182)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
No SARA